Free Comment

Kamis, 14 Mei 2009

Dinamika atau "Permainan" Politik Menjelang Pilpres 2009



Akhir-akhir ini perkembangan dinamika/ permainan politik di tanah air semakin panas dan seru dari jam ke jam, menit ke menit bahkan detik ke detik.

Menjelang penutupan pendaftaran pilpres tgl 16 mei parpol-parpol semakin banyak melakukan manuver.

Terlebih dahulu saya uraikan koalisi-koalisi yang terjadi menjelang pilpres.

Pertama Koalisi Besar/ Koalisi Parlemen yang digagas oleh PG, PDIP, Gerindra, Hanura, & 10 parpol kecil yang lain.

Kedua Koalisi Cikeas yang digawangi oleh PD, PKB, PKS, menyusul PAN & PPP yang sebelumnya terjadi konflik internal di kedua pertai terakhir yang saya sebut.

Koalisi Besar memunculkan JK-Win sbg pasangan capres & cawapres dari PG & Hanura, Menurut analisis saya pasangan ini merupakan skenario pertama selanjutnya bakal disusul oleh pasangan Mega-Prabowo dari PDIP-Gerindra, karena untuk menghadapi incumbent SBY yg sangat populer tidak cukup kuat dengan hanya mengusung 1 pasangan, maka harus dihadapi dengan 2 pasangan yang istilahnya strategi sapit udang...ehehehe.

Skenario dari koalisi besar adalah memaksakan pilpres menjadi 2 tahap, dengan 2 tahap jk cm 1 pasangan yang lolos mk pasangan lain yang kalah dari tahap pertama akan mendukung pasangan yang lain yang lolos dari koalisi besar. Tapi jk kedua pasangan itu lolos semua dr pilpres tahap pertama ya sudah ”rampung” tinggal sharing kekuasaan deh...hehehe

Yang menjadi masalah adalah jk yang lolos tahap pertama katakan lah Mega-Pro untuk menantang incumbent SBY tp msh kalah suara ma incumbent, apakah mau PG-Hanura tetap berkomitmen mendukungnya. Secara track record PG-Hanura yang notabene representasi dr Orba yang sangat cair, licin tau sendirilah.....hehehehe.

Sembari mengulur-ulur waktu deklarasi Mega-Pro yang seolah-olah alot karena msg2 pgn jd capres, PDIP punya skenario kedua, yaitu menjalin komunikasi dgn PD. Komunikasi PDIP-PD pastilah menghasilkan sesuatu, dan itu dapat kita lihat dgn munculnya nama Boediono sbg cawapres SBY. Tapi komunikasi PDIP-PD lbh ke arah rencana koalisi sesudah pilpres.

Yang menjadi pertanyaan why must be Boediono???

Dari pihak PDIP Boediono secara personal lbh dkt ma Mega(PDIP) selain pernah menjadi Menko di Kabinet gotong-royong ketika Mega jd RI1, Boediono adalah jalan tengah yang bisa diterima oleh PDIP-PD bagus untuk jangka panjang dengan memasukkan keder-kader PDIP berpengalaman di pemerintahan di cabinet SBY jk SBY yg menang pilpres, jg mantan aktivis GMNI yang seangkatan dengan Mega.

Dari pihak SBY dengan Boediono sebagai cawapersnya sangat diuntungkan selain mendapatkan dukungan dr salah 1 parpol besar PDIP dengan koalisi besarnya jg untuk mengamankan posisinya di kabinet jk terpilih kembali menjadi RI1, daripada SBY memilih cawapres dr salah 1 parpol yang berbasis “Islam” yang bs menyebabkan  perpecahan koalisi cikeas yg sudah mulai terbentuk, disamping jangka panjang ancaman membesarkan “anak macan” & anacaman impeachment.

So kalau tdk ada halangan mk pasangan yg berkompetisi di pilpres adalah 3 pasangan yaitu JK-Win, SBY-Boedi, Mega-Pro.

Dari komunikasi/koalisi parpol2 itu sepertinya yang bakal banyak menerima keuntungan lebih banyak adalah PDIP, karena jk SBY-Boedi yang menang mk PDIP tetap menang di pemerintahan karena sudah ada kesekapatan2 sebelumnya dengan senjata Boediono, jk JK-Win yang menang PDIP jg tetap di pemerintahan dengan senjata kesepakatan Koalisi Besarnya. Apalagi jk yang menang Mega-pro…..eheheheheh.

Begitulah politik tak lepas dari kepentingan2, namanya jg politik yg tak lepas dr komunikasi2 yang penuh strategi dan niat2 terselubung so mesti pinter2 gt loh…hohoho.

Bagaimana dgn parpol menengah yang berhaluan “Islam” seperti PKS, PAN, PPP, kata Ahmad Mubarok Sekjen PD ‘itu bs diatur nanti”…..ehheheheh piss